Photobucket
English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Boikot Terhadap Toko-Toko Yahudi

Hanya seminggu setelah Enabling Act menjadikan Hitler diktaktor Jerman, sebuah boikot nasional terhadap departmen store dan toko-toko Yahudi dilaksanakan oleh Nazi di bawah arahan Menteri Propaganda Joseph Goebbels.
Boikot itu dinyatakan sebagai reaksi atas berita tak menyenangkan yang muncul dalam surat kabar-surat kabar di Inggris dan Amerika tentang rezim baru Hitler. Nazi menduga kebanyakan jurnalis adalah Yahudi atau yang simpati kepada Yahudi, sehingga Nazi memberi nama pubikasi buruk itu sebagai "propaganda kejam " yang disebarkan oleh "Yahudi internasional."
Boikot dimulai pukul 10 pagi. Hari Sabtu 1 April 1933, dan hanya berlangsung satu hari. Seragam coklat Nazi, storm trooper SA, berdiri di pintu masuk toko-toko Yahudi, department store, kantor-kantor profesional dan berbagai tempat bisnis lainnya. Mereka memasang poster yang berbunyi: "Rakyat Jerman, lindungi dirimu dari propaganda kejam Yahudi, belilah hanya di toko Jerman!"
Kebanyakan orang Jerman mengabaikan hal itu. Mereka lebih suka melakukan tawar menawar atau melakukan kegiatan belanja dengan cara lain. Dan karena hari itu adalah hari sabtu, Hari Sabbath buat Yahudi, banyak toko-toko kecil milik Yahudi yang taat telah tutup.
Sebagai tambahan dari kegiatan SA, Menteri Propaganda Goebbels muncul di hadapan beberapa ribu orang yang berkumpul di Berlin Lustgarten dan mengeluarkan semburan kemarahan "melawan kekejaman dari dunia Yahudi." Pidatonya disiarkan secara nasional melalui seluruh stasiun radio Jerman. Goebbels menegaskan jika Yahudi Jerman tidak dapat menghentikan rekan-rekan Yahudi mereka di seluruh dunia menyebarkan propaganda anti-Nazi, maka Nazi akan membuat keadilan dengan Yahudi Jerman.
Goebbels, si orang kecil (setinggi lima feet) dengan suara besar akan merupakan orang paling berpengaruh yang anti-Semit dalam hirarki Nazi, nomor dua setelah Hitler, dalam meminta berlanjutnya penyiksaan dan dilanjutkan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi. Ahli propaganda jenius ini, yang pada masa mudanya sering diejek karena tampangnya mirip Yahudi, akan menjadikan rakyat Jerman subyek tak pernah henti dari berondongan fitnah anti-Yahudi di radio, bisoskop, dan surat kabar-surat kabar.
"Propaganda," Goebbels pernah menulis, "tidak ada hubungannya sama sekali dengan kebenaran."
Berlawanan dengan gambaran Nazi tentang mereka, kebanyakan orang Yahudi di Jerman adalah benar-benar warga negara internasional secara alami dan menganggap diri mereka sebagai bangsa Jerman dan Yahudi hanya sebagai agama. Mereka telah ada di Jerman selama berabad-abad tetapi hanya merupakan satu persen dari populasi seluruhnya. Sebelum Hitler, hampir separuh orang Yahudi di kota-kota besar Jerman menikah dengan orang Jerman non-Yahudi.
Secara politik, Yahudi sebelum masa Hitler menduduki keseluruhan spektrum. Beberapa adalah radikal kiri yang mendukung gaya revolusi Russia di jalanan Munich atau Berlin. Lainnya adalah pendukung setia Kaisar Wilhelm dan kerajaan Jerman tua sebelum Perang Dunia I. Beberapa dari yang konservatif ini bahkan mungkin mendukung Nazi walaupun tidak untuk anti-Semit yang diakui terus terang oleh Hitler. Kebanyakan orang Yahudi sikap politiknya berada di tengah-tengah. Mereka menginginkan hal yang sama untuk diri mereka dan keluarga mereka seperti juga yang diinginkan orang lain – tempat tinggal yang layak, pekerjaan yang baik, pendidikan yang berkualitas bagi anak-anaknya dan seterusnya.
Selama Perang Dunia I, Yahudi Jerman berjumlah sekitar sepuluh ribu bertempur dengan berani untuk tanah air, menghasilkan beberapa medali dan mengabdi sebagai prajurit. Salah satu prajurit angkatan bersenjata yang memerintah Hitler selama perang adalah Letnan Yahudi yang merekomendasikan Kopral muda Hitler mendapat Salib Besi kelas utama, suatu yang jarang bagi prajurit biasa. Pada hari kematiannya, Hitler mengenakan Salib Besi itu, meninggalkan semua dekorasi dan perhiasan Nazi lainnya kecuali pin emas keanggotaan partai.
Bagaimanapun, sebagai diktaktor baru, bagi Adolf Hitler tidak ada nilai patriotisme atau cinta tanah air dari Yahudi yang dapat menutupi fakta bahwa mereka Yahudi, dan demikianlah dalam pikiran Hitler, mereka adalah "musuh abadi" dari Rakyat Jerman (masyarakat rasial).
Boikot toko-toko Yahudi pada bulan April 1933 menandai awal dari usaha menjatuhkan bangsa Yahudi yang akan secepatnya berakhir di kamar gas di Auschwitz. Boikot diikuti oleh serangkaian undang-undang dan keputusan yang merampok hak-hak orang Yahudi satu demi satu. Dalam dua belas tahun pemerintahan Hitler, lebih dari 400 undang-undang dan keputusan yang ditujukan hanya kepada Yahudi.
Enam hari setelah boikot, "Undang-undang Pemulihan Pegawai Sipil " diperkenalkan yang membuat "Aryaisme" diperlukan sebagai syarat untuk menjabat sebagai pegawai sipil. Semua Yahudi yang menjabat dibebastugaskan atau dipaksa pensiun dini. Pada tanggal 22 April, Yahudi dilarang bertindak sebagai pengacara tetap dan sebagai dokter di lembaga asuransi yang dijalankan pemerintah. Tanggal 25 April, undang-undang tentang kelebihan murid di sekolah Jerman membatasi jumlah anak Yahudi memasuki sekolah negeri. Tanggal 2 Juni, Dokter gigi dan teknisi gigi Yahudi dilarang bekerja di lembaga asuransi yang dijalankan pemerintah. Pada 6 Mei, Undang-undang Pegawai Sipil di amandemen untuk menutup celah-celah dalam rangka mengeluarkan profesor universitas, pengajar dan notaris honorer. Tanggal 28 September, semua non-Arya dan pasangannya dilarang menjadi pegawai pemerintahan. Tanggal 29 September, Yahudi dilarang melakukan semua kegiatan kebudayaan dan aktivitas pertunjukan termasuk literatur, seni, film, dan theater. Pada awal Oktober, Yahudi dilarang menjadi jurnalis dan semua surat kabar di Jerman dibubarkan atau diletakkan di bawah kendali Nazi.
Di waktu yang lebih baik, letupan kreativitas komunitas Yahudi di Jerman membantu mendorong negara itu mencapai tingkat prestasi ilmiah, ilmu pengetahuan akademik, dan visi kesenian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di bawah Hitler, vitalitas dari komunitas akademik dan seni yang pernah tumbuh di Berlin, Frankfurt dan kota-kota lainnya dengan cepat padam oleh aturan, regulasi, pembatasan, pelarangan dan larangan yang mengada-ada. Waktunya telah tiba ketika seorang Yahudi akan dilarang bahkan untuk berbagi bangku taman dengan orang non-Yahudi.
Tampaknya sejak hari Hitler mencapai kekuasaan tahun 1933, Jerman memulai perubahan cepat menjadi negara polisi yang membuat hilangnya kebebasan individu bagi setiap orang. Orang Yahudi dan Jerman sama-sama akan hidup di bawah rezim yang paling penuh tekanan dan kekerasan yang pernah ada. Prinsip mekanisme teror akan menjadi organisasi rahasia baru, yang namanya sampai hari ini masih membuat kengerian pada setiap orang yang mengingat Jerman di masa Hitler - Gestapo.